Friday 12 August 2011

China ohh China


Entah karena apa saya dapat tugas dari kantor untuk bekerja di China selama sebulan. Aihhh….padahal saya masih bau (terlalu) kencur dalam masalah pekerjaan dan saya benar” ga bisa yang namanya bahasa China sama sekali. Dasar senang berpetualang saya si senang” aja dikirim ke China apalagi semua akomodasi dah ditanggung ma perusahaan (enak toh…)

Bermodalkan Foto ala kadar dengan background merah, visa saya pun jadi untuk masuk ke China. Hari H pun tiba, dengan semangat yang ga terlalu besar (karena katanya disana kerjaannya susah dan parahnya lagi “saya belum bisa dan belum pernah”) saya pun meninggalkan Indonesia. 4-5 jam penerbangan yang melelahkan akhirnya selesai juga (entah kenapa saya benci yang namanya naik pesaawat, kereta, or bis berlama”. Kaya di kurung dikandang aja soalnya ga bisa kemana”). Setelah sampai di bandara Shenzhen, aihhh gedenya ni bandara, sampai saya kaya orang kampung yang baru pertama kali naik pesawat saking takjubnya. Setelah semua urusan imigrasi dan nunggu luggage kelar, saya pun sudah dijemput oleh boss saya, wuihhh perasaan seperti orang penting aja saat itu (yaiyalah, saya yakin klo ga ada yg jemput pasti saya bakal kaya orang gila dibandara secara ga bisa ngemeng bhs cina).

Sekilas lalu lintas disana semua tampak sama dengan semrawut lalu lintas kota Jakarta. Karena saat itu badan rasanya capek dan laper, mending saya tidur aja di dalam bis menuju tempat tinggal (aje gila masih 1 jam naik bis, ternyata). Akhirnya saya pun tiba, dan dengan baiknya boss saya menawarkan makan malam (klo ga nawarin saya juga pasti minta, hehehe). Yahh bagusssss, semua daftar menu memakai huruf kanji tanpa ada fotonya, auu….mana pelayannya ga bisa berbahasa inggris, dungdeng….akhirnya saya ngikut pesanan boss saya yang udah lebih fasih hidup disana. Penderitaan saya ternyata belum berhenti disitu, saya lupa budaya makan disini menggunakan sumpit dan sama sekali ga ada yang namanya sendok atau garpu. Padahal laper tingkat tinggi, dan saya harus makan nasi menggunakan “sumpit” hayahh,,,bener” di uji kesabaran saya disini. Sampai” teman saya bela”in bawa sedok kemana-mana karena dia tidak bisa makan pakai sumpit. Menurut saya budaya memakai sumpit disana tidak terlalu bagus, kenapa saya bisa bilang begitu, karena sumpit disana didesign hanya sekali pakai dan buang. Bayangin berapa kali orang makan sehari dikali berapa banyak orang China disana dan akibatnya berapa banyak pohon yang ditebang hanya untuk membuat sumpit aja.

Hari pertama saya disini saya laluin hanya dengan istirahat panjang, setelah itu…woww China jauh dari yang saya bayangkan. Orang” disini juoroknyaaa ampun, seperti pada pagi hari mereka menunggu bis di halte dengan tangan kanan penuh bungkus makanan sedangkan tangan kiri memegang cemilan yang sedang dimakan dan dengan santainya mereka buang riak yang dari suaranya seperti membuat tenggorokan lecet,,,huaaakkkkssssss….dan selanjutnya cuhhhhhh riak dibuang di pinggir jalan tanpa dosa dan itu hampir semua dilakukan oleh kaum pria. Belum lagi klo saya selift pada pagi hari, banyak dari mereka ga mandi dan bau badannya….wihhhh, bau bawang putih nyengatttttnyaaa ga tahannnn

Belum lagi masalah mencari makanan disini, berhubung saya banyak menghabiskan waktu bersama teman saya yang kebetulan dia muslim dan saya tidak bisa makan B1 dan B2 (red anjing dan Babi) makanya mencari makan adalah hal tersulit selama saya disana. Untungnya ada restoran muslim disana yahh tetapi semua restoran muslim pada umumnya menjual mie yang masih benar” fresh . buat 1-2 hari si ga masalah, tapi klo sebulan makan itu trus yahhh pasti muakk, sampai” saya minta ajarin tulisan kanji yang artinya “sapi”, “Babi”, “anjing”, “ayam”, dan tulisan itu saya bawa kemana” dan ketika memesan makanan saya tinggal mencocokan yang ada dikertas contekan saya dengan yang ada dimenu. Kelihatannya si gampang, eh pas nyocokin buset ko keliatan sama semua….akhirnya bahasa tarzan pun keluar, dan hebatnya lagi dia ga ngerti bahasa tarzan….huaaaaa…..demi alasan perut, kami pun klo makan pasti kaya anak sd dulu saat memesan, ya kami menggambar ayam atau sapi setelah itu pasti para pelayan baru ngerti.

Ada satu kejadian yang saat itu membuat saya benar” ga berkutik sama sekali, pas saya jalan” dan naik bis menuju arah pulang, kondektur menghampiri saya dan bertanya (saya yakin dia bertanya, mau turun dimana?) bodohnya saya saat itu adalah saya ga tahu nama haltenya, yang saya tahu cuma dekat dengan suatu mall. Saya pun memberi uang 10 Yuan dan ngomong dalam bahasa inggris saya turun di mall A. Kondektur pun bingung saat saya ngomong itu, dan dia ngerocos aja gitu pake bahasa China yang itonasinya naik turun ke depan muka saya. Saya pun benar” bukan bingung lagi saat itu, antara deg”an dimarahin (saya ga bisa bedain mana orang marah, mana orang ngomong biasa. Karena itonasi mereka bener” aneh) atau ditanya apa? Dan parahnya lagi satu bis pun ga ada yang bisa bahasa inggris…huaaahhh akhirnya saya main pantomin di bus, dengan meragakan sebuah bangunan dan saya turun disitu, setelah 5 menit saya memperagakan akhirnya dia bisa menebak juga…wuahh benar” kaya main kuis aja saat itu. Dan saya pun dikasih kembalian 5 Yuan, sambil tanpa dosanya dia ngerocos ga karuan lagi didepan muka saya (padahal dia dah tahu saya ga bisa bahasa China, tapi ttp aja ngecoros). Dalam hati saya mending ga usah dikembaliin aja uang saya, daripada saya udah merendahkan diri ditontonin orang sebus main pantomin.

Yah, itulah sedikit pengalaman saya berpetualang di Daratan China. Banyak senang dan dukanya, tapi satu hal yang saya bisa banggakan adalah, ternyata saya masih bisa hidup disana walaupun susah payah adaptasi (lebay banget). Saya pun berkeinginan untuk pergi lagi kesana (Beijing) dan bermain pantomin kembali dengan orang” China.


almasdeo
Jakarta (Indonesia)12.08.2011

No comments:

Post a Comment